Era suku bunga acuan tinggi diprediksi bakal berlanjut pada tahun depan. Tentu saja, kondisi ini bikin cemas perbankan. semakin mahal bunga bank, semakin besar pula potensi kredit macet alias non performing loan (NPL).
Eks Menteri Keuangan era SBY, Chatib Basri menyebut era suku bunga tinggi berlangsung panjang bagi sektor perbankan, sebagai fenomena higher for longer.
“Risiko higher for longer akan menyebabkan tingkat suku bunga di perbankan, termasuk suku bunga kredit tetap tinggi,” kata Chatib, Jakarta, dikutip Rabu (23/11/2023).
Bagi debitur, lanjutnya, tingginya suku bunga yang diikuti bunga kredit menjadi beban tambahan. Apalagi jika tingginya suku bunga kredit berlangsung lama. Pelan tapi pasti, rasio kredit bermasalah pasti meningkat.
“Kalau tingkat bunganya naik tinggi, bapak ibu yang harus mencicil KPR bebannya jadi lebih panjang. Kalau berlangsung lebih lama, maka bebannya akan semakin berat, sehingga risiko NPL atau kredit macet naik,” kata Chatib.
Chatib benar. Sejumlah bank sentral di dunia, terus mengerek suku bunga acuannya. Langkah ‘terpaksa ini ditempuh untuk meredam inflasi atau kenaikan harga. Padahal, solusi kenaikan harga adalah hentikan perang Ukraina-Rusia serta setop kebiadaban zionis Israel di Palestina.
Di negara maju sekelas Amerika Serikat (AS) saja, bank sentralnya, Federal Reserve atau The Fed terus mengerek suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR). Dampaknya ke mana-mana termasuk Indonesia
Kenaikan suku bunga acuan, di negara maju terutama, memberikan dampak yang besar bagi pasar keuangan dan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia. Mata uang rupiah menjadi turun harga di hadapan dolar AS. Demikian pula mata uang asal negara lain.
Saat ini, suku bunga bank acuan the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) berada pada level 5,5 persen. Tingkat suku bunga acuan ini atau Fed Funds Rate (FFR) dinilai masih memiliki ruang untuk naik menjadi sebesar 5,75 persen.
Namun, seiring bergulirnya waktu, hampir bisa dipastikan kenaikan FFR bakal berlanjut tahun depan. “The Fed telah memberi sinyal bahwa FFR telah mencapai puncaknya dan the Fed akan menghentikan sementara kenaikan suku bunga acuan,” kata Chatib.
Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan ke level 6 persen pada Oktober 2023. Langkah ini untuk menguatkan nilai tukar (kurs) rupiah dan mengendalikan imported inflation.
Arah suku bunga acuan BI ke depan pun masih bergantung pada kebijakan suku bunga the Fed.
“Kita tentu berharap bahwa pada tahun depan, 2024, mulai paruh kedua, ada ruang bagi the Fed untuk mulai menurunkan tingkat bunga. Tapi, ini sangat tergantung pada perkembangan yang terjadi di Amerika,” kata Chatib.
Leave a Reply
Lihat Komentar