Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak keras aturan pengetatan rokok di Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif.
Ketua Umum AMTI, I Ketut Budhyman Mudhara mengatakan ekosistem industri hasil tembakau (IHT) dari hulu ke hilir melibatkan banyak orang mulai dari petani, pekerja manufaktur hingga pekerja sektor kreatif.
“Kita dengan tegas menolak RPP. Kami minta RPP ini dibahas terpisah dan melibatkan stakeholder secara lebih lengkap dan komprehensif sehingga bisa dikeluarkan RPP yang baik untuk semua, yang seimbang,” katanya saat acara Ngopi Bareng Media, di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Menurut Budhyman, industri hasil tembakau telah memberikan kontribusi terhadap roda ekonomi di tingkat daerah hingga nasional.
“Dari harga rokok itu, sekitar 58 persennya itu (untuk) cukai, 10 persennya pajak daerah. Jadi harga rokok itu hampir 70 persen masuk ke negara dan pemerintah daerah. Sisa 30 persennya untuk bahan baku dan pekerja,” katanya.
Budhyman menyebut IHT saat ini tengah mengalami tekanan yang menyebabkan penurunan produksi rokok. Terlebih, menyusul tengah dibahasnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan) yang menyerang industri tersebut.
Ia mencatat produksi rokok terus menurun dalam tiga tahun terakhir. Pada 2022, produksi rokok sebanyak 323,9 miliar batang, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 334,8 miliar batang.
“(Penurunan produksi) dampaknya ke tenaga kerja, bahan baku karena 97 persen rokok yang ada adalah rokok kretek. Cengkeh juga terganggu. Dampak ekonominya akan terasa. Dengan demikian kita berharap pemerintah bijaksana memberi treatment yang lebih baik pada ekosistem pertembakauan ini. Kalau cuma kesehatan saja, benar. Tapi kan masalah tidak cuma kesehatan, ada sisi ekonominya juga,” imbuhnya.
Diketahui, penyusunan RPP sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (UU Kesehatan) tengah menuai pro dan kontra. Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai pasal-pasal pengamanan zat adiktif di RPP tersebut dapat mengancam ekosistem pertembakauan nasional.
Misbakhun mengatakan jika dilihat dari klausul aturan yang ada di RPP, fokusnya itu pelarangan total bukan pengendalian sehingga jauh melenceng dari UU Kesehatan itu sendiri.
Bahkan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta sejumlah pasal untuk dicabut, khususnya pasal-pasal pengaturan produk tembakau yang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan tenaga kerja secara luas atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Posisi Kemnaker pada prinsipnya mengusulkan agar pasal-pasal yang menuai masalah untuk tidak dimuat dalam RPP Kesehatan,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri.
Leave a Reply
Lihat Komentar