Eks Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI 2008-2012, Wahidah Suaib menyoroti Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang dinilai tak berkomitmen memperhatikan kuota keterwakilan perempuan 30 persen terkait pencalonan anggota legislatif. Saking kesalnya, dia menyebut KPU bagaikan petugas partai.
“Kali ini, KPU bukan hanya tidak tegas, tapi sangat lembek dan cenderung menjadi petugas partai menurut kami,” kata Wahidah di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (21/11/2023).
Berkaca ke belakang, dia menjelaskan, pemberlakuan 30 persen keterwakilan perempuan peserta pemilu bukan baru diterapkan. Namun, udah bertahun-tahun sejak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan.
“Berarti telah 20 tahun berlaku ya dan dulu itu kalimatnya ‘memerhatikan’, sekarang kalimatnya ‘memuat’, berarti lebih kuat,” ujar Wahidah memaparkan.
Lebih lanjut, Wahidah membandingkan dengan komisioner KPUperiode sebelumnya bersikap tegas mematuhi aturan mengenai keterwakilan perempuan. Seharusnya, KPU saat ini jauh lebih mudah dalam menerapkan keterwakilan perempuan 30 persen tersebut.
Wahidah menilai sikap KPU itu tak bisa dimaafkan. Selain itu, tidak bisa dianggap sebagai kesalahan kecil. Sebab, sikap KPU dinilai harus dikoreksi dan perlu diberikan sanksi tegas.
“KPU periode ini mestinya kan lebih mudah untuk mendorong partai politik memenuhi 30 persen itu. Tapi ternyata ada penurunan spirit komitmen keterwakilan 30 pesen di KPU-nya,” ujar Wahidah menambahkan.
Sebagai informasi Wahidah merupakan salah satu pelapor yang melaporkan KPU ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran pemilu ihwal keterwakilan kuota perempuan 30 persen.
Laporan itu diregistrasi ke Bawaslu RI dengan nomor laporan REG 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang dilaporkan oleh eks Anggota KPU RI 2012-2017 Hadar Nafis Gumay.
Leave a Reply
Lihat Komentar