Siapa yang bila datang libur panjang justru tambah sedih? Saat yang lain menikmati liburan, malah harus kehilangan pendapatan. Tak lain tentunya pelaku usaha logistik, yang harus libur demi memberi kesempatan masyarakat menikmati santai tanpa kemacetan, bertemu angkutan barang di jalan.
Dengan tradisi mendadak libur terus terjadi setiap libur nasional. Nah, menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2024 mari mendengarkan curhatan para pelaku usaha sektor logistik. Mereka meminta pemerintah untuk tidak lagi melakukan pelarangan logistik saat momen libur panjang seperti halnya Nataru dan Lebaran.
Arus mudik libur Natal dan Tahun Baru (nataru) mendatang sudah diprediksi akan ramai. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun memperkirakan 107,63 juta pergerakan orang akan terjadi pada libur nataru. Tujuan libur Nataru diperkirakan lebih banyak diisi dengan tujuan wisata.
Namun menurut Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto, pelarangan angkutan logistik saat momen-momen libur panjang itu jelas akan membuat harga barang-barang yang dibutuhkan masyarakat menjadi naik karena kurangnya pasokan.
“Harga barang-barang nanti bisa bergejolak. Selain itu, masyarakat juga akan merasakan kelangkaan barang apabila angkutan logistik tidak sampai tepat waktu,” ujar Mahendra.
dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11).
Mahendra memaparkan, pelarangan angkutan logistik juga akan membebani pengusaha. Karena, pengusaha harus memproduksi lebih banyak barang untuk disalurkan lebih cepat guna menjaga pasokan daerah. Tambahan produksi ini tentu akan menghabiskan biaya, mulai dari kenaikan harga bahan baku, operasional produksi, upah lembur hingga kenaikan ongkos truk.
Menurut penjelasan Mahendra, ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah selain melakukan larangan terhadap angkutan logistik untuk mencegah terjadinya kemacetan di jalan. Caranya, yaitu dengan melakukan rekayasa lalu lintas. Dalam keterangan resminya yang disebar ke media, Jumat (24/11/2024) pekan ini, Mahendra menilai cara ini akan lebih efektif diterapkan sekaligus menjaga pasokan barang dibanding pelarangan angkutan logistik.
“Jadi, nggak perlu larangan pada H-3 atau H-1 itu, karena larangan itu malah akan sangat kontra produktif,” ucap Mahendra.
Efek Domino
Demikian juga dengan Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi yang juga tidak setuju dengan adanya pelarangan terhadap angkutan logistik pada momen Nataru nanti. Menurutnya, ada efek domino yang dihasilkan apabila aturan yang dibuat pemerintah nantinya tidak juga berpihak pada industri.
Dia mencontohkan, apabila kendaraan logistik sektor ekspor dan impor dilarang melintas maka industri manufaktur atau apapun yang menerima pasokan bahan baku akan terhenti. Pabrik tidak akan bisa melakukan aktivitas karena angkutan logistik yang membawa bahan baku produksi kesulitan atau bahkan tidak bisa melintas. Kalau sudah begitu, lanjutnya, kerugian yang dirasakan tidak hanya pada sektor ekspor-impor tapi menjalar ke industri lainnya.
“Jadi, kerugiannya panjang, sementara karyawan tetap harus dibayar. Nanti ada kontrak-kontrak supplier dengan distributor tidak bisa dipenuhi. Jadi, efeknya bukan hanya di industri saja tapi ke para supplier dan distributor yang memang betul ada kerjasama dengan industri itu,” ungkap Subandi.
Leave a Reply
Lihat Komentar