‘Cawe-cawe’ Jokowi Setelah Jumpa Bos Freeport, Said Didu: Mencurigakan

'Cawe-cawe' Jokowi Setelah Jumpa Bos Freeport, Said Didu: Mencurigakan

Tindakan ‘cawe-cawe’ Presiden Jokowi yang ingin memperpanjang kontrak PT Freeprot Indonesia (Freeport/PTFI), dicurigai. Selain waktunya tak pas, pemegang saham pengendali kok ngebet jumpa pemegang saham minoritas.

“Saya ingat betul pada 2019, Jokowi dan relawannya, begitu membanggakan bisa mengambil 51,2 persen saham Freeport. Nah, kemarin malah temuin bos Freeport. Begitu bangganya dia bilang mau perpanjang kontraknya (Freeport). Malah mau teken akhir November ini. Lho, lho,. ada apa ini,” kata M Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN dalam diskusi daring bertajuk Perpanjangan Freeport di Tahun Politik, Perlukah? di Jakarta, Jumat (24/11/2023).  

Terkait akuisisi 51 persen saham Freeport oleh PT Inalum (Persero) yang kini berganti menjadi MIND ID, Said Didu adalah salah satu tokoh yang begitu sengit menolaknya. Alasannya, selain harga yang terlalu mahal, tidak seharusnya pemerintah membayarnya. 

“Caranya sederhana saja. Enggak usah diperpanjang Freeport itu. Berikan saja ke BUMN, kan kita punya MIND ID. Selain itu, harga 3,8 miliar dolar AS, kemahalan dua kali. Keuangan Inalum yang sekarang MIND ID, terganggu. Jadi, hal apa yang dibanggakan Jokowi,” kata dia.

Asal tahu saja, pada Juli 2018, PT Inalum yang kala itu dipimpin Budi Gunadi Sadikin, meneken Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoran selaku induk dari PTFI. Untuk akuisisi 51,2 saham Freeport senilai US$3,85 miliar. Atau setara Rp53,9 triliun (kurs Rp14.000/US$).

Kala itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menghitung, harga yang wajar untuk 51 persen saham Freeport hanya US$1-1,5 miliar. Acuannya, nilai aset Freeport pada 2018 di kisaran USS3-4 miliar. Sehingga harga US$3,8 itu dianggap terlalu mahal lebih 2 kali.

Masih menurut Said Didu, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Chairman of the Board and Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard C Adkerson di Washington DC, Senin (13/11/2023) waktu setempat, sangatlah tidak wajar.

“Seharusnya Freeport yang menemui pemerintah, bukan terbalik. Karena pemegang saham terbesarnya kan Indonesia. Selain itu, harusnya BUMN (MIND ID), bukan Jokowi. Ini mencurigakan,” ungkapnya.

Menurut Said Didu, pertemuan itu terkesan Jokowi sangat bernafsu agar kontrak Freeport di Indonesia diperpanjang. Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), mengatur kapan Freeport bisa mengajukan perpanjangan.

“Lima tahun sebelum berakhir kontrak, Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan. Karena kontrak Freeport berakhirnya 2041, kira-kira 2036, Freeport baru bisa minta perpanjangan. Jadi bukan 2023 atau 2024. Jangan-jangan Jokowi sudah tahu siapa presiden tahun itu,” kata Said Didu.

Di mata Said Didu, Jokowi adalah sosok pemimpin yang tidak konsisten. Pola kerjanya lebih kental kepada selera ketimbang konsistensi. Apalagi usai pertemuan dengan CEO Freeport-McMoran,  Jokowi langsung mau cawe-cawe.

Dikabarkan bahwa perpanjangan kontrak Freeport bakal diteken Jokowi, akhir bulan ini. “Kalau konsisten, kontrak Freeport tidak diperpanjang, tetapi diambil alih. Tapi sekarang malah mau cawe-cawe,” kata Said Didu. 
 

Sumber: Inilah.com